30 September 2003 - 11:30
Kurikulum Pendidikan Diganti
JAKARTA - Departemen Pendidikan Nasional tengah menyiapkan kurikulum baru yang akan diterapkan pada 2004 untuk menggantikan kurikulum 1994. Perubahan kurikulum ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pendidikan yang selama ini berorientasi hanya pada input, bukan hasil.
Hal mendasar itulah yang dicoba untuk diubah dalam kurikulum 2004 nanti, kata Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Bahrul Hayat, kepada Pembaruan di Jakarta, Senin (29/9).
Menurut dia, mutu pendidikan Indonesia selama 20 tahun terakhir mengalami banyak penurunan. "Berdasarkan penelitian, pada tahun 70-an mutu pendidikan kita masih di atas Malaysia. Kemudian di tahun 1999, ternyata mutu kita jauh di bawah Malaysia. Berarti ada yang salah dengan pendidikan karena mutunya makin turun," kata dia.
Selama ini pendidikan terlalu berorientasi pada input, dan pola pembangunan yang dilakukan terpatok pada sarana-sarana fisik. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang disiapkan Depdiknas sejak tahun 1998, orientasi pendidikan akan mengalami perubahan. Dia berharap agar nama yang diberikan pada kurikulum tersebut adalah Kurikulum 2004, bukan KBK. Karena ke depan akan sulit bagi Depdiknas untuk memberi nama bagi kurikulum-kurikulum berikutnya.
Dalam kurikulum baru tersebut, orientasi pendidikan diubah menjadi target hasil, bukan lagi tujuan. Bila hasil sudah ditetapkan, maka guru tahu apa yang harus diajarkan. "Tidak menutup kemungkinan mata pelajaran akan berubah, tidak lagi mata pelajaran, tetapi kompetensinya. Misalnya bukan IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), tetapi menjadi "Manusia dan Lingkungannya", sehingga dalam satu mata pelajaran minimal ada dua kompetensi. Dalam pelajaran itu akan sangat banyak ilmu yang terkait di dalamnya. Sehingga pertanyaan mengapa mata pelajaran sangat banyak sementara di luar negeri sedikit, akan terjawab," katanya.
Dengan penetapan standar kompetensi, diharapkan mutu lulusan lebih terjamin dan tidak semua orang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi.
Untuk itu, perubahan kurikulum harus disertai dengan pemahaman masyarakat. Kurikulum 1994 dirancang dengan target hanya 30 persen siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi, dan sisanya masuk ke SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Pemahaman yang berkembang di tengah masyarakat bahwa kualitas SMK di bawah SMU (Sekolah Menengah Umum), membuat orang beramai-ramai masuk SMU. Jurusan IPA pun dianggap lebih bergengsi daripada jurusan IPS. "Tidak jarang kita menemui siswa jurusan IPA tetapi nilai IPA-nya yang rendah justru membuat dia tidak lulus. Ke depan, hal-hal seperti itu harus diperbaiki. Dan untunglah sekarang pandangan masyarakat terhadap SMK relatif lebih baik," katanya.
Fleksibel
Kepala Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, Siskandar, menyatakan bahwa Kurikulum 2004 lebih fleksibel karena guru dapat berkreasi untuk mencapai standar kompetensi.
"Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi adalah pengembangan kurikulum yang bertitik tolak dari kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah menyelesaikan pendidikan. Tidak saja pengetahuan, tetapi juga ketrampilan, nilai serta pola berfikir dan bertindak sebagai refleksi dari pemahaman dan penghayatan dari yang sudah dipelajari," katanya.
Untuk kompetensi tertentu, perlu dikembangkan suasana yang kondusif, dan tidak harus dalam kegiatan belajar-mengajar dalam artian tatap muka. Kegiatan mandiri maupun kelompok, yang berlangsung di dalam dan di luar kelas dapat dipakai untuk mendukung pencapaian kompetensi.
Kerangka kurikulum yang sekarang disiapkan menggambarkan secara utuh dari kelas 1 SD (Sekolah Dasar) sampai dengan kelas III SMA (Sekolah Menengah Atas). Untuk kelas I dan II SD, pengorganisasian mata pelajaran tidak sebagai mata pelajaran, tetapi dikemas secara tematik. "Dalam satu tema mencakup substansi bahasa, berhitung, pengetahuan dan sebagainya. Tergantung dari keluasan tema yang diinginkan," katanya.
Selanjutnya, setelah kelas II SD, baru penerapan mata pelajaran berdiri sendiri. Untuk tingkat SMA, penjurusan dilakukan sejak kelas II, dimulai dari semester 1. Program studi yang dibuat adalah IPA, IPS, Bahasa dan Pilihan. Untuk program studi pilihan, dapat dilakukan secara bersama dan mata pelajaran pilihan. Mata pelajaran bersama merupakan dasar yang ditempuh siswa dan mata pelajaran tersebut terdistribusi mulai dari kelas I sampai kelas III.
Sedangkan untuk mata pelajaran pilihan untuk menyiapkan siswa memasuki program pendidikan vokasional di jenjang berikutnya atau untuk mengembangkan diri dalam kehidupan di masyarakat.
"Untuk mengembangkan mata pelajaran pilihan sekolah dapat berkolaborasi dengan lembaga pelatihan atau SMK. Dengan demikian kompetensi yang diharapkan dari mata pelajaran tersebut dapat dicapai," katanya. (Suara Pembaruan Daily)
|